KONFLIK ANTAR AGAMA DI INDONESIA


A.    Kehidupan Beragama di Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara yang penduduknya majemuk dari segi suku bangsa, budaya dan agama. Realitas kemajemukan tersebut, disadari oleh para pemimpin bangsa, yang memperjuangkan kemerdekaan negeri ini, dari penjajahanasing. Mereka memandang bahwa kemajemukan tersebut bukanlah halangan untukmewujudkan persatuan dan kesatuan, serta untuk mewujudkan cita-cita nasionaldalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Kemajemukan tersebut termasukkekayaan bangsa Indonesia.Para pemimpin bangsa tersebut mempunyai cara pandang yang positif tentangkemajemukan. Cara pandang seperti ini selaras dengan ajaran agama yangmenjelaskan bahwa kemajemukan itu, bagian dari sunnatullah. Agama mengingatkan bahwa kemajemukan terjadi atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa, sehingga harusditerima dengan lapang dada dan dihargai, termasuk di dalamnya perbedaan konsepsikeagamaan.Perbedaan konsepsi di antara agama-agama yang ada adalah sebuah realitas,yang tidak dapat dimungkiri oleh siapa pun. Perbedaan bahkan benturan konsepsi itu terjadi pada hampir semua aspek agama, baik di bidang konsepsi tentang Tuhanmaupun konsepsi pengaturan kehidupan. Hal ini dalam prakteknya, cukup seringmemicu konflik fisik antara umat berbeda agama.Sebagian kalangan berpendapat bahwa perbedaan konsep keagamaanlah yangmenjadi sumber konflik utama antara umat manusia. Tidak dapat dimungkiri bahwasejumlah teks keagamaan memang mengatur masalah kekerasan dan peperangan.Jika dilihat Indonesia adalah negara yang mempunyai keragaman dalam banyak hal, dari Suku, Bahasa, Budaya, dan tidak terlepas dengan agama. Bahkanagama yang di Indonesia yang diakui oleh negara ada 5 yaitu, Islam, Kristen, Hindu,Budha, dan Katoli, bahkan pada saat pemerintahan mantan presiden KH. AbdulRahman Wakhid, yang sering dipanggil dengan sebutan Gusdur, beliau mengakuikeberadaan aliran Konghucu di Indonesia, yang dulu tidak diakui keberadaannya,maka dari itu semakin bertambah pula beragam agama di Indonesia. Tetapi yangsering terjadi di Indonesia adalah konflik antara umat agama Islam dan Kristen.

B.     Faktor Penyebab Terjadinya Konflik
1. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental 
Konflik sebagai kategori sosiologi bertolak belakang dengan pengertian perdamaian dan kerukunan. Yang terakhir ini merupakan hasil dari prosesassosiatif, sedangkan yang pertama dari proses dissosiatif.  Proses assosiatif adalah proses yang mempersatukan; dan proses dissosiatif sifatnya menceraikan atau memecah.    Fokus kita tertuju kepada masalah konflik atau bentrokan yang  berkisar pada agama. Dalam konteks ini konflik sebagai fakta social melibatkan minimaldua pihak (golongan) yang berbeda agama bukannya sebagai konstruksi kayal(konsepsional) melainkan sebagai fakta sejarah yang masih sering terjadi padazaman sekarang juga. Misalnya; bentrokan antara umat Kristen Gereja Purba, benturan umat Kristen dengan penganut agama Romawi (agama kekaisaran)dalam abad pertama sampai dengan ketiga. Dalam penyorotan sekarang ini kitahanya ingin mengkhususkan pada satu sumber bentrokan saja, yaitu perbedaaniman.
2. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Bahwa perbedaan suku dan ras berkat adanya agama bukan menjadi penghalanguntuk menciptakan hidup persaudaraan yang rukun hal itu sudah terbukti olehkenyataan yang menggembirakan dan hal itu tidak perlu dibicarakan lagi. Yangmenjadi masalah disini ialah, apakah perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahanantar umat manusia. Khususnya apakah dalam satu Negara yang terdiri dari 5 berbagai suku bangsa dan yang menerima adanya agama yang berbeda-beda bukannya membina dan memperkuat unsur penyebab yang lebih kuat untukmenimbulkan perpecahan bangsa dan Negara itu. Bahwa faktor ras itu sendiri terlepas dari agama sudah membuktikan bertambahnya permusuhan dan pencarian jalan keluarnya, dan kesemuannya itu menjadi bahan menarik dalam diskusi ilmiah maupun dalam kalngan kaum politisi, adalah merupakan masalah yangtetap actual yang tidak dijadikan sasaran dari pembicaraan kita sekarang ini.
3. Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Fenomena agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataanmembuktikan bahwa tingkat kemajuan budaya berbagai bangsa didunia ini tidaksama. Demi mudahnya pendekatan kita bedakan saja dua tingkat kebudayaan,yaitu kebudayaan tinggi dan kebudayaan rendah, meskipun pembagian dikhotomisdan simplistic ini menanggelamkan nuansa kekayaan kultural yang memang adadiantara ujung yang tinggi dan rendah. Tolak ukur untuk menilai danmembedakan kebudayaan dalam dua kategori itu berupa asumsi yang sudahumum, pertama akumulasi ilmu pengetahuan positif dan teknologis disatu pihakdan hasil pembangunan fisik di lain pihak dan kedua yaitu bahwa agama itumerupakan motor penting dalam usaha manusia menciptakan tangga-tanggakemajuan.

C.     Contoh Konflik Antar Agama di Indonesia

Faktor Pemicu Konflik Poso
 Dalam laporan Pemda Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwakerusuhan Poso diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapaoknum pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menadiisu SARA, sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali danmengakibatkan timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebutmenadi isu SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dandirekayasa sedemikian rupa menadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu persoalanyang memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalahkriminalitas yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.
Dari laporan jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan pertama berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000,sedangkan kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwakerusuhan Poso menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Posodimulai dari kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal dan bulan puasa) karena pertikaian dua pemuda yaang berbeda agama. Pertikaian itu terus berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang anarkis.Konflik individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat.Terjadinya konflik dan perilaku kekerasan dalam masyarakat tergantung dari sumber potensi konflik yang ada. Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya konflik,selain agama, yaitu ketidakadilan ekonomi, ketidakstabilan politik, serta ketimpangansosial. Untuk itulah, dibutuhkan pemahaman terlebih dahulu mengenai kondisimasyarakat Poso yang menjadi poin terjadinya konflik.

a.      Faktor Politik
Meskipun pemicu awal munculnya konflik di Poso ini adalah karena pertikaian pemuda namun sebenarnya terdapat muatan politik berkaitan dengan suksesi bupati. Ketidakpuasan politik inilah yang menjadi akar permasalah konflik. Pada1998, ketika mantan Bupati Poso Arief Patanga akan mengakhiri masa
Meskipun konflik Poso mengatasnamakan ‘agama’ sebagai penyebab
konfliknya, namun harus dilihat terlebih dahulu apakah benar agama sebagaifaktor dibalik konflik tersebut. kepemimpinannya, terlihat sinyalemen terjadinyagesekan di tingkat politisi partai yang menginginkan perubahan kepemimpinan.Pergesekan antara politisi partai akhirnya merambah hingga ke tingkat akarrumput. Akhirnya muncullah kelompok-kelompok di masyarakat yang berlawanan haluan dengan kebijakan politisi partai. Terendusnya praktik korupsiyang dilakukan oleh kroni-kroni Bupati Arief Patanga membuat yang bersangkutan berupaya mengalihkan isu. Korupsi Korupsi bermula dari pemberian dana kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp 5 miliar pada 1998 oleh pemerintah pusat. Saat ada upaya pengungkapan kasus korupsi itu, orang-orangyang terlibat korupsi menggalang massa untuk melakukan aksi untuk mengalihkan isu korupsi yang berkembang. Bahkan ada selebaran yang berisi penyerangan tokoh Kristen yang sengaja diedarkan ke masyarakat. Hal itu kemudian semakin memperuncing konflik masyarakat yang beragama Islam danKristen. Kekerasan yang terjadi tersebut tidak mendapat respons yang memadaidari aparat keamanan. Kegiatan itu terlihat dibiarkan sehingga terus terjadi danmeluas. Karena pembiaran oleh aparat, eskalasi kekerasannya meningkat hinggaterjadi pembakaran rumah penduduk, gereja, dan masjid. Bahkan terjadi pembantaian di Pesantren Walisongo, Sintuwelemba, yang lokasinya di tengah-tengah komunitas Kristen.
b.      Faktor Ekonomi
Poso telah dimasuki pendatang Kristen dan Islam sejak masa pra-kolonial,namun proporsi migrasi yang signifikan baru terjadi pada masa orde baru. Halitu terjadi sejak dibangunnya prasara jalan trans-Sulawesi dan pembangunan berbagai pelabuhan laut dan udara yang semakin memudahkan perpindahan penduduk. Tanpa disadari proses pembangunan ekonomi di Poso membawadampak bagi orang Kristen setempat yakni proses Islamisasi yang cepat dankesenjangan ekonomi. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan banyaknyaangka pengangguran kaum terpelajar karena sempitnya atau langkanya lapangankonflik yang sesuai dengan pendidikan yang pernah ditempuh. Akibat urbanisasidan kesenjangan ekonomi, politik dan budaya antara umat beragama inimenyebabkan perubahan pola-pola hubungan antar umat beragama terutamaantara Muslim dan Kristiani.Pertumbuhan urbanisasi yang cepat akan mengantarkan masyarakat ke arahmodernisasi sering terjadi konflik nilai-nilai tradisional yang masih kuat dengan nilai-nilai baru yang belum mapan di masyarakat. Konflik nilai tersebut berpengaruh besarterhadap perilaku masyarakat dan dapat mendorong masyarakat ke proses desintegrasialienasi, disorienttasi, disorganisasi, segmentasi dan lain sebagainya.Umat Islam yang hidup di Poso tidak rela dan tidak senang kalau melihat pemuda-pemuda Kristen yang minum-minuman keras serta mabuk-mabukan di jalan,apalagi di bulan suci Ramadhan. Oleh karena itu sasaran pengrusakan atau amukmassa Islam tatkala gagal mencari pemuda Kristen yang memukul pemuda Islam dimasjid adalah Toko Lima, tempat penjualan minuman keras terbesar di Poso.Peristiwa inilah merupakan awal mula bentrok fisik antara massa Islam dan Kristen.
Peristiwa hari Jum’at tanggal 26 Desember 1998 inilah yang merupakan pelampiasan
emosi keagamaan antara Islam dan Kristen yang berpangkal pada perbedaan dankesenjangan sistem nilai budaya antara komunitas tersebut.

D.   Strategi Penanganan Konflik

Adapun cara mengatasi konflik dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

1.    Mempelajari penyebab utama konflik.

2.    Bersikap toleransiMemberi kesempatan dan kebebasan antar umat beragama untuk melakukanibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing agama.

3.    Bersikap saling menghargaiTidak saling melecehkan antara satu agama dengan agama yang lain.

4.    Pengawasan lebih aparat keamananPengawasan lebih bagi aparat keamanan baik pada hari raya maupun tidak untukmenjaga kenyamanan masyarakat dalam beribadah.

5.    Menguatkan ideologis nasionalis sebagai bangsa yang sama dan negara yang sama.

6.    Harus adanya kesepakatan dari kedua belah pihak untuk saling menghargai dan saling percaya.

7.    Menjalin komunikasi antar umat beragama.


Komentar

Postingan Populer